Oleh:
A Fahrizal Aziz*
Ketika
pertama kali saya mengikuti DAD (Darul Arqam Dasar) IMM, Saya sempat
terperangah dengan tri kompetensi dasar. IMM bertujuan mendidik
kadernya untuk menjadi akademisi Islam yang berakhlak mulia dengan
grand desingnya berupa Intelektualitas, Religiusitas, dan Humanitas.
Saya sempat merenung, apa benar? Karena sejauh yang saya pernah baca,
tidak ada seorang pun tokoh besar didunia yang benar-benar memiliki
tiga kompetensi itu selain Nabi Muhammad SAW. Maka dalam benak saya
bertanya, apakah IMM hendak mencetak “Nabi-Nabi” baru?
Pada
awalnya saya sudah begitu skeptis dengan Organisasi Pergerakan
Mahasiswa, karena sejauh yang saya amati, Pergerakan Mahasiswa
hanyalah bagian dari konspirasi dan rekayasa jabatan semata.
Pergulatan intensif hanya berada pada ruang-ruang pragmatis, yang
berakhibat moral hanya menjadi bunga-bunga yang menghias jubah agar
nampak elok. Dalam benak saya. Adakah yang masih benar-benar idealis?
Setelah
berkutat dalam kegelisahan tersebut, saya menemukan IMM sebagai
entitas yang berbeda. Dalam dialektika singkat, saya agak ragu, IMM
jauh
dari politik? Selama ini yang saya pahami justru organisasi Ekstra
lah yang paling haus akan kekuasaan. Sehingga, saya memilih
berkhidmat di IMM, meskipun background
diri saya sangat jauh dari Muhammadiyah kala itu.
Meskipun
sebenarnya dalam teologi Dakwah, Politik adalah lahan yang sangat
menggairahkan, namun faktanya, terkadang idealisme itu luntur ketika
sudah berkelindan dengan kebijakan yang bersifat politis dan sangat
pragmatis. Buktinya, berapa banyak oknum pejabat public
yang kini terjerat kasus korupsi, manipulasi hukum, dan perbuatan
tidak senonoh lainnya yang dulunya juga adalah aktifis Mahasiswa.
Bahasa sederhananya, dulu ketika masih menjadi aktivis sangat kritik
terhadap kepemimpinan yang lalim, korup dsb, namun ketika menjadi
pejabat ternyata idealism itu hilang dan ikut lalim, ikut korup.
Saya
masih meyakini, apa yang terjadi di masa yang akan datang adalah buah
dari apa yang kita pelajari di masa kini, sehingga ketika para
aktivis yang kini menjadi pejabat lalu kemudian lalim dan korup, maka
itu merupakan replica masa lalunya sebagai Mahasiswa. Setidaknya,
saya masih meyakini itu. dan faktanya memang demikian.
Fenomena
seperti itu patut menjadi renungan tersendiri bagi kader-kader IMM,
karena bagaimanapun juga, IMM sebagai Organisasi Otonom Muhammadiyah
yang secara definitif mengakui dirinya sebagai pengikut Nabi Muhammad
SAW, harusnya menjadi jembatan dan penerjemah ide pembaharuan Sang
Nabi. Dalam artian, IMM adalah penyambung ajaran Nabi Muhammad SAW
yang ingin agar Umat Manusia terlepas dari belenggu kebodohan
(jahiliyah) belenggu moral dan kemudian menebarkan kasih sayang
kepada seluruh Umat manusia.
Itulah
mengapa IMM kemudian mengajak kadernya untuk menjadi Intelek,
Religius, dan Humanis. Jika ketiga hal tersebut termanifestasi dalam
pribadi kader, bukan tidak mungkin kelak IMM akan menjadi sumber mata
air yang berlimpah ditengah gersangnya moral yang kian hari semakin
mengikis hati nurani kita sebagai manusia.
Jika
IMM terus berkhidmat dalam khittah gerakan murninya sebagai Gerakan
Moral Intelektual, maka IMM akan menjadi investasi besar bagi
kehidupan masa depan. Sebagaimana Sabda Nabi “Sesungguhnya
Aku diutus ke Dunia untuk menyempurnakan Akhlak”
tak ada salahnya jika kemudian IMM menjadi bagian dari penerus ajaran
Nabi SAW.
Sesuai
slogannya, Anggun dalam Moralitas Unggul dalam Intelektualitas. Mari
sama-sama menjadi eksponen perubahan dan sang pencerah baru dalam
kehidupan. Menjadi penerjemah ajaran Nabi dan membebaskan diri
sendiri serta masyarakat dari kebodohan intelektual dan kemiskinan
moral. Wallohu’alam
*Bekas Kabid
Keilmuan IMM koms “pelopor” UIN Maliki Malang
0 komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan Jejak dengan memberikan komentar Pada Artikel ini. Siapapun bisa menuliskan Komentar (tanpa harus punya akun google). pilih "select profil" Name/URL dan isi nama beserta link FB/Twitter/Blog Anda.
Fastabiqul Khoirot.