Oleh: Melia
Mega Sari*
Kelahiran IMM mempunyai
sebuah niatan untuk membentuk pemikir-pemikir sejati, pembentukan akademisi muslim tentunya
memerlukan peran yang penting dari lingkungan rumah mereka yaitu sebuah rumah
yang bernama IMM. IMM sebagai rumah yang sederhana dan memiliki tujuan yang
berat tentunya tidak pernah luput dari malah sepele yang akan berdapak pada
tujuan dari berIMM itu sendiri. Dapat kita ambil contoh yang sepele saja
tentang kan oleh para pemimpin yang sudah sibuk dengan pekerjan mereka. Tetapi
sekali lagi ini adalah masalah yang nantinya akan membawa dampak kadar
prosentasi minat dan cinta para kder terhadap ikatan. Masalah ini memang jarang
terfikir namun, dampak akhir akan menjadi penyesalan dalam pengkaderan. Masalah
bagaimana kita sebagai sesama kader mampu mengikat dan menumbuhkan rasa
kepemilikan pada kader agar niat atau tujuan dari ikatan tercapai. Untuk
mewujudkan itu semua tentunya tidak semudak kita berucap kata atau melangkahkan
kaki kanan kita, perlu kiranya kita menelaah kembali ikatan atau mengulas kembali
rasa berIMM kita melalui nama yang kita sandang dan kita gembor-gemborkan.
Raushan fikr
sebut saja, Orang yang tercerahkan akan berusaha untuk menemukan hubungan sebab
akibat sesungguhnya antara kesengsaraan, penyakit sosial, dan kelainan-kelainan
serta berbagai faktor internal dan eksternal. Akhirnya, orang yang tercerahkan
harus mengalihkan pemahaman di luar kelompok teman-temannya yang terbatas
secara keseluruhan.” Raushan Fikr merupakan kunci bagi perubahan, oleh
karenanya sulit diharapkan terciptanya perubahan tanpa peranan dari orang-orang
berjiwa Raushan Fikr.
Ideologi Kaum
Intelektual Suatu Wawasan Islam (1993) karya Ali Syari’ati, menjelaskan bahwa
Raushan Fikr dalam bahasa Persia berarti “pemikir yang tercerahkan.” Dalam
terjemahan Inggris terkadang disebut Intelectual atau free thinkers. Raushan
Fikr berbeda dengan ilmuwan. Seorang ilmuwan menemukan kenyataan, seorang
Raushan Fikr menemukan kebenaran; ilmuwan hanya menampilkan fakta sebagaiman
adanya, Raushan Fikr memberikan penilaian seharusnya; ilmuwan berbicara dengan
bahasa universal, Raushan Fikr seperti para Nabi berbicara dengan bahasa
kaumnya; ilmuwan bersikap netral dalam menjalankan pekerjaannya, Raushan Fikr
harus melibatkan diri pada ideologi.
Raushan fikr
adalah kaum intelektul dalam arti yang sebenarnya. Kaum intelektual bukan
sarjana, yang hanya menunjukan kelompok orang yang sudah melewati pendidikan
tinggi dan memperoleh gelar sarjana ( asli atau aspal ). Mereka juga bukan
ilmuan, yang mendalami dan mengembangkan ilmu dengan penalaran dan penelitian.
Mereka adalah kelomppk orang yang merasa terpanggil untuk memperbaiki
masyarakatnya, menangkap aspirasi mereka, merumuskan dalam bahasa yang dapat
dipahami setiap orang, menawarkan strategi dan alternatif pemecahan masalah. Raushan
Fikr adalah model manusia yang diidealkan untuk memimpin masyarakat menuju
revolusi. Raushan Fikr adalah pemikir tercerahkan yang mengikuti ideologi yang
dipilihnya secara sadar. Ideologi akan membimbingnya kepada pewujudan tujuan
ideologi tersebut, ia akan memimpin gerakan progresif dalam sejarah dan
menyadarkan umat terhadap kenyataan kehidupan. Ia akan memprakarsai gerakan
revolusioner untuk merombak stagnasi.
Seorang Raushan
Fikr menentukan sebab-sebab yang sesungguhnya dari keterbelakangan
masyarakatnya dan menemukan penyebab sebenarnya dari kemandekan dan kebobrokan
rakyat dalam lingkungannya. Harus mendidik masyarakatnya yang bodoh dan masih
tertidur, mengenai alasan-alasan dasar bagi nasib sosio-historis yang tragis.
Lalu, dengan berpijak pada sumber-sumber, tanggung jawab, kebutuhan-kebutuhan
dan penderitaan masyarakatnya, ia dituntut menentukan pemecahan-pemecahan
rasional yang memungkinkan pemanfaatan yang tepat atas sumber-sumber daya
terpendam di dalam masyarakatnya, dan mendiagnosis yang tepat pula atas
penderitaan masyarakatnya. Orang yang tercerahkan akan berusaha untuk menemukan
hubungan sebab akibat sesungguhnya antara kesengsaraan, penyakit sosial, dan
kelainan-kelainan serta berbagai faktor internal dan eksternal.
Cara pandang
kita terhadap cinta pada ikatan. Penilaian tentang baik dan buruk, benar dan
salah atau sopan dan tidan sopan
bukanlah akal, hati nurani atau moral. Perasaan cinta atau benci bukan
berangkat dari ketulusan yang hakiki, tetapi bagaikan para para pegadang yang
menilainya atas pertimbangan untung-rugi secara finensial. Pada problem
kehidupan muktakhir saat ini, kita semua sebagai khalifatul fil ardl-wakil
allah di muka bumi, memikul amanah yang begitu besar. Yaitu sebagaimana Allah
memiliki sifat Ar-Rahmann dan Ar Rahim ( kasih sayang ), maka manusia pun wajib
mengemban tugas menebar nilai kasih sayang terhadap alam semesta. Interaksi
vertikel antara makhluk dengan khalik-antara manusia dengan Tuhan. Dan juga
hubungan horizontal antara manusia dengan manusia, dengan alam, serta dengan
semua ciptaan baik yang hidup maupun tak hidup.
Para
pemikir yang tercerahkan memiliki amanah yang luar biasa terhadap perkembangan
semesta dengan menerapkan sebagai khalifatul fil ardl-wakil allah di muka bumi
tugas menebar nilai kasih sayang. Kasih sayang yang seharusnya tersebar dari
manusi ke manusia juga harus diterapkan atau ditebarkan pada para kader untuk
lebih mencintai ikatannya. Para pemimpin
yang mampu menaungi para kadernya dan mengikatnya dalam satu ikatan ber IMM
adalah seorang pemimpin yang berhasil. Menumbuhkan rasa cinta untuk ber ikatan
bisa diterpkan dan dilakukan memalui memilih seorang pemimpin yang sebagai
khalifatul fil ardl untuk menebar kasih sayang. Suatu metode yang diterapka
adalah memalui pendekatan emosional secara keseluruhan terhadap para akademisi.
Pendekatan emosional dapat menumbuhkan rasa kepemilikan dari dalam diri kader untuk
menumbuhkan suatu ngiroh ke-IMMan. Seorang pemikir yang tercerahkan dapat
menerapkannya semisalnya selain pendekatan emosional juga bisa menerapkan
perubahan pemikiran kita untuk bisa membuat para kader cinta ikatan. Dapat pula
dilakukan dengan memalukan kegiatan-kegiatan yang nantinya dapat membuang
sekatan antara senior dan junior.
*Kader IMM Koms. Raushan Fikr FKIP UMM
Referensi
Syari’ati
Ali. 1993. Ideologi Kaum Intelektual: Suatu Wawasan Islam. Penerbit Mizan. Bandung
Elguyani
gugun. 2008. Islam Mazhab Cinta. Kutub Wacana. Yogyakarta
Menarik sekali tulisannya, tapi saya masih belum jelas apa yang harus dilakukan raushan fikr dengan melihat kondisi sosial yang sekarang ini?
BalasHapusAtau mungkin pertanyaannya apakah kondisi sosial yang sekarang sudah baik2 saja.
Pertanyaan yang bagus untuk Aertikel yang super.
HapusMari kita jawab dengan tindakan. Butuh perenungan untuk menjawab pertanyaan Mas Anonim.
Pertanyaan yang bagus untuk Aertikel yang super.
HapusMari kita jawab dengan tindakan. Butuh perenungan untuk menjawab pertanyaan Mas Anonim.
kok saya baru lihat ini. astaga tulisan itu sangat berantakan. mohon maaf.
Hapusmbak ini boleh tak buat tugas artikel kah hhhh
BalasHapus